Sebuah mimpi

Dari kecil jika ditanya apa mimpi saya, saya selalu menjawab sebuah profesi yang selalu berbeda-beda, mulai dari dokter, astronot, atau bahkan presiden. Hal itu dikarenakan saya bingung. Saya terkagum dan menganggap semua pekerjaan itu hebat. Mereka semua merupakan ahli dibidangnya. Mereka semua berjasa di bidangnya.
Namun sampai sekarang jika saya ditanya mimpi saya dan jawabannya harus profesi, saya tetap bingung ingin jadi apa. Yang pasti, saya ingin membantu orang, dan saya ingin pekerjaan saya dapat bermanfaat bagi orang lain. Saya ingin juga pekerjaan saya menjadi suatu kebanggaan untuk orangtua dan keluarga saya.
Saya tak mau membuat mereka kecewa jika pekerjaan saya hanyalah berorientasi pada diri saya dan pada uang yang dibutuhkan untuk hidup. Saya akan merasa malu. Saya sadar kita adalah manusia yang merupakan makhluk sosial. Kita tak bisa hidup tanpa orang lain. Tugas kita membantu orang lain orang yang membutuhkan. Dimana kita bisa membangun tali persaudaraan yang kuat.
Lihat saja pada zaman sekarang, saya merasakan rasa kebersamaan dan rasa kepedulian kita terhadap sesama mulai berkurang. Ketika di angkutan umum, biasanya orang-orang akan membantu lansia atau ibu hamil untuk mendapatkan tempat duduk. Kemarin, saya saksikan sendiri nenek tua yang berdesakan menaiki kereta memohon-mohon untuk duduk kepada seorang wanita muda yang duduk dengan nyamannya di sana. Ia memohon dengan agak lama, sampai ada orang lain yang berani memarahi wanita itu, barulah nenek itu dapat duduk.
Saat anda sedang melewati seorang pengemis yang meminta sedikit dari uang anda, apakah anda dengan senang hati memberi? Apakah anda hanya lewat, menjauh, dan membuang muka jika melihat orang-orang tak beruntung itu berusaha untuk mencari nafkah untuk kehidupan? Bahkan mungkin beberapa dari anda pernah berani mengusir mereka jika mereka mendekati anda.
Atau pernahkah anda sedang mengobrol dengan teman anda namun kawan anda itu sibuk dengan gadgetnya? Percakapan yang anda buat seolah hanya masuk dari kanan dan keluar dari kuping kiri teman anda. Tentu rasanya percakapan itu terasa sia-sia. Krisis sosial masa kini ialah seperti yang saya contohkan di atas, sikap individualis yag kian marak kita temui. Yang menjadi pengikut setia teknologi terbaru tanpa menghiraukan yang lain
Sekarang jika saya ditanya mau jadi apa, pikiran saya tak langsung menuju pada sebuah profesi, namun tertuju pada sebuah aksi, aksi yang dapat menggerakkan kita semua menuju lebih baik. Lebih berperi kemanusiaan, lebih peduli, lebih peka terhadap sesama kita.
            Saya sudah tau mimpi saya saat ini. Tidak seperti kebanyakan orang, tapi saya yakin dengan ini saya bisa membuat dunia ini menjadi lebih baik. Dengan perlahan namun pasti, saya ingin menjadi contoh yang baik bagi orang-orang di sekitar saya. Saya ingin menunjukkan bagaimana keistimewaan dari menghargai, tak peduli umur maupun pengalaman. Jangan biarkan budaya dari luar yang sifatnya bertolakan dengan budaya bangsa mempengaruhi sifat kita semua. Ingatlah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Disini kita hidup pasti akan terus bertemu orang-orang baru, dan meninggalkan orang-orang lama yang pernah kita anggap teman, sahabat, keluarga. Hargailah mereka semua. Karena hidup hanya sekali. Jangan sampai kita menyesal menyia-nyiakan mereka semua.
            Akan sangat hebat jika kita mampu peduli dan membantu orang-orang yang membutuhkan kita. Hidup hanya sekali. Bagi saya kesempatan ini tak boleh disia-siakan untuk berbuat kebaikan dan menyebar kasih sayang untuk orang lain.

This entry was posted on 8/30/14. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.